« »
« »
« »
Get this widget

Senin, 11 April 2011

Menjawab Keraguan tentang Syari'at Islam di Indonesia

Ada 4 pertanyaan yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang entah dengan alasan menguji atau memang menjebak. Persoalan ini ternyata masih saja muncul di kalangan umat Islam sendiri yang bersikap setengah hati dengan hukum dan titah Allah SWT. Pertanyaan tersebut meliputi :

  1. Apa yang Anda ketahui mengenai dasar hukum sebagian ulama yang mengeluarkan fatwa tentang rokok itu haram ?
  2. Apakah diperbolehkan para ulama mengeluarkan fatwa tersebut di negara kita ?
  3. Karena Indonesia bukan negara agama tetapi nilai-nilai agama disepakati melandasi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka apakah fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama dapat dijadikan sebagai landasan hidup bernegara ?
  4. Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika adalah 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah disepakati tidak akan dirubah atau sudah final. Tetapi masih ada kelompok-kelompok Islam tertentu yang masih memperjuangkan syari'at Islam berlaku di Indonesia bahkan sampai ingin mendirikan Negara Islam. Bagaimana menurut Anda apakah dibenarkan apabila kita sebagai muslim di Indonesia menyepakati 4 pilar tersebut ?
JAWAB
1.       Negara Indonesia bukan negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Kebebasan menjalankan keyakinan dan kepercayaan terhadap suatu agama dilandasi dengan konstitusi Undang-undang Dasar 1945 pasal 29. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebuah lembaga tanpa legitimasi. Diakui tanpa digubris, oleh karena itu menurut Gus Dur, sebaiknya MUI dibubarkan saja.
Kami bukan apriori terhadap MUI, akan tetapi kita sangat prihatin dengan keberadaannya. Mengapa lembaga MUI dibentuk jika sekadar mengeluarkan fatwa saja menjadi polemik. Jika umat Islam sepakat dengan ungkapan al-ulama’ warotsatul an-biya’ maka adalah dosa besar jika kaum muslimin tidak patuh pada perintah ulama.
Salah satu fatwa MUI adalah tentang haramnya merokok. Hal ini didasarkan pada firman Allah :
“Dan Janganlah kamu menjatuhkan dirimu kedalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya alloh menyukai orang-orang yang berbuat baik ( Q.S.Al Baqarah :195 )
Jika semua ulama sepakat tentang hukum haramnya rokok, maka hal ini sudah sampai pada derajat IJMA. Dan jika ayat 195 surat Al Baqarah tersebut substansi dan sababun nuzulnya berkesimpulan pada haramnya rokok, maka adalah dosa besar jika kaum muslimin melanggarnya.

2.       Persoalan boleh atau tidaknya MUI mengeluarkan fatwa tentang haramnya rokok di Indonesia, kita gunakan logika hukum berbalik. Kalau negara kita dikatakan sebagai negara hukum, maka kalimat “tidak boleh” itu artinya melanggar hukum. Ketika MUI mengeluarkan fatwa haram rokok, jika itu dianggap melanggar hukum, mengapa tidak ada pihak yang melakukan upaya gugatan hukum?
Persoalan fatwa haram rokok ini sejak awal dapat diprediksikan akan timbul dilematis. Satu sisi rokok dapat merugikan kesehatan, kotor, dan pemborosan. Di sisi lain devisa negara akan terdongkrak dengan adanya pabrik rokok yang kontribusinya sangat besar bagi keuangan negara, membuka lapangan kerja, penyedia dana sosial dan beasiswa pendidikan.

3.       Orang beragama Islam (tidak tahu selain Islam) memiliki orientasi ganda, yakni kebaikan hidup dunia dan keselamatan di akhirat (QS. Al-Baqarah : 201). Tanpa terkecuali, siapapun orangnya tidak ada orang yang hanya meraih sukses di dunia, sementara akhirat celaka.
Taat kepada selain Allah dan Rasul-Nya adalah ketaatan yang relatif, termasuk ketaatan kepada pemerintah (QS. An-Nisa : 59), ataupun taat kepada orang tua (QS. Luqman : 15). Jika mereka melenceng dari syari’at Islam wajib untuk menolaknya.
Kita sebagai umat Islam jelas tidak akan menghendaki memperoleh kerugian di akhirat nanti. Jika mereka menggunakan akal sehat, jelas mereka tidak akan memilih jalan yang merugikan/ tertolak di hadapan Allah. Sedangkan jalan yang merugikan adalah jalan selain aturan agama Islam (QS. Ali Imran : 85).

4.       Melaksanakan aturan Islam tidak harus dengan “label” Islam, bisa saja dikemas dengan Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945. Hanya saja, apakah ke 4 pilar tersebut dianggap lebih sempurna daripada aturan Allah SWT ? Atau hanya sekadar penafsiran logika manusia yang dengan segala keterbatasannya mencoba untuk memilih-milih aturan yang sekiranya sesuai dan searah dengan akar budaya bangsa, sebagaimana tradisi nenek moyang kita jaman dahulu.
Gambaran ini persis seperti yang difirmankan Allah :
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul." Mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya." Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.  (QS. Al-Maidah : 104)
TAKUTLAH KEPADA ALLAH, WAHAI SAUDARAKU....

Tidak ada komentar: