« »
« »
« »
Get this widget

Sabtu, 28 November 2009

Hakikat Kemerdekaan dalam Perspektif Islam


UPAYA MEMAHAMI HAKIKAT KEMERDEKAAN
(Tzdabbur al-Qur’an Surat Saba)
Oleh : Ust. SAEPUDIN, S.Ag.

Surat ke-34 dalam al Qur’an mengandung kisah yang sarat dengan pelajaran bagi kita bangsa Indonesia. Pada surat ini diceritakan tentang negeri Saba yang dianugerahi Allah dengan kesuburan yang luar biasa. Di negeri ini sejarah mencatat adanya kemajuan ilmu dan teknologi manusia dalam bidang konstruksi bendungan. Maka bedirilah sebuah bendungan kokoh yang berfungsi sebagai irigasi di negeri Saba. Bendungan tersebut dikenal dengan bendungan Ma’rib.
Dalam ayat 15 surat Saba’ digambarkan betapa suburnya negeri Saba’ sehingga kebun-kebun tampak hijau tumbuh-tumbuhan yang dihiasi bunga warna warni, buah-buahan yang menggantung di pohon menambah indahnya perkebunan. Warga masyarakat di negeri ini hidup berkemakmuran, aman tenteram dan sejahtera. Namun hal ini amat disayangkan, pada ayat 16 Surat Saba’ dikatakan bahwa mereka berpaling dari nikmat Allah, maka dengan kekuasaan-Nya, bendungan Ma’rib yang dibangun oleh kaum Saba’ dalam jangka waktu bertahun-tahun akhirnya “dihancurkan” oleh Allah dalam waktu yang amat singkat. Bendungan tersebut hancur berantakan, kabun-kebun yang tadinya menghasilkan buah-buahan dengan berbagai cita rasa dan aroma sedap. Kini diganti dengan pohon atsl dan pohon sidr, rasanya pahit, warna dan aromanya menjijikan.
Perhatikanlah negeri kita tercinta, bentangan kepulauan nusantara, negeri Indonesia yang lengkap dengan sumber daya alamnya. Negara kepulauan yang beriklim tropis, dilalui garis equator dengan curah hujan dan ketersediaan sinar surya ultra violet yang sangat seimbang. Kandungan mineral dalam perut bumi, keanekaragaman habitat flora dan fauna, gunung-gunung yang memberikan keseimbangan iklim cuaca, angin dan sumber air, semuanya amat sempurna dan lengkap.
Maka adalah amat ironis, jika konon dilaporkan bahwa 30 juta orang (atau lebih) penduduk bangsa kita masih dikategorikan penduduk yang miskin. Bangsa kita sesekali mengimpor beras dari negeri tetangga. Bahkan ada komoditas pertanian yang masuk dalam sembako, yang bahan utamanya praktis tidak ada di negeri yang “subur makmur” ini. Komoditas itu adalah terigu dan kedele. Untuk memenuhi kebutuhan komoditas ini bangsa kita masih harus mengimpor jutaan ton perhari dari Amerika dan Australia.
Perkebunan sawit di pulau Sumatera dan Kalimantan sebagaian besar sudah di-privatisasi. Dimiliki oleh konglomerat asing, orang Indonesia hanya punya hak mengaku atas tanahnya saja dan berkewajiban membayar PBB-nya, sementara hasil kebunnya diambil oleh investor Malaysia dan Singaphura. Penduduk kita tinggal “menikmati” mahalnya harga minyak goreng, padahal sumber CVO-nya dari kebun kita.
Pertambangan gas terbesar di dunia ada di negeri kita, PT Arun di NAD, tapi mayoritas sahamnya dimiliki oleh Amerika. Demikian pula pertambangan emas terbesar di dunia PT. Freefort di Papua, sebagaian besar sahamnya dimiliki Amerika. Giliran bangsa kita bercita-cita ingin membuat pertambangan gas sendiri, malah bukan gas yang dihasilkan justru lumpur “Lapindo” yang muncul. Hutan kita di pulau Kalimantan, Sumatera, dan Papua hasilnya hanya dinikmati oleh orang-orang yang hanya memiliki izin HPH. Padahal untuk memulihkan hutan tersebut butuh waktu 350 tahun (sama dengan masa penjajahan Belanda).
Apa hubungannya dengan negeri Saba’ ?
Kita ini sangat sadar, bahwa negara Indonesia sebagai bangsa yang mayoritas berpenduduk muslim sangat sombong kepada Allah. Segala titah Allah selalu dinomor-duakan, baik ibadah mahdloh maupun ibadah ghoir mahdloh. Kita lalai dalam sholat, lalai membayar zakat, memutus silaturrhmi, tidak berani mencegah maksiat, kemunafikan di mana-mana, berbuat dosa tanpa rasa malu dan takut. Dan banyak contoh lainnya, bukankah itu semua telah kufur dari nikmat Allah. Jika indikasi kufur nikmat ini sudah tampak nyata di depan mata kita, maka nyata bahwa adzab Allah sudah melanda negeri ini. Buktinya, kita sering memakan buah “atsl” dan buah “sidr” yang rasanya pahit. Simbol ini artinya bahwa bangsa kita hanya bisa makan, berpakaian, berkendaraan, bersekolah, bikin rumah, dsb. Semuanya itu dari uang “pahit”, hasil ngutang dan kredit ke bank.

Do'a Untuk Kepergian Seorang Guru

DOA NAN IKHLAS BUAT PAK ILYAS
(Guru MA YPK Cijulang yang telah wafat Juli 2008)
Oleh : Saepudin, S.Ag

Ya Allah, Tuhan Penguasa alam raya
Bukan kepergiannya yang kami sesalkan
Tetapi waktu kebersamaan yang terasa amat sempit
Kami masih rindu curahan ilmunya
Kami masih penasaran dengan fatwa-fatwanya
Kami masih haus akan keteladannya
Kegigihannya
Ketulusannya
Kesemangatannya
Pantang menyerah ....

Meskipun kami tahu
Pada detik-detik terakhir perjalanan hidupnya
Dia harus berperang dengan penyakitnya
Tapi dia tetap semangat menjalankan tugas-tugasnya yang mulia
Dia pengabdi yang sejati
Dia pejuang yang ulung
Dia pahlawan
Dia Syuhada’ ...........

Bapak ILYAS,
Meskipun kau telah pergi
Meninggalkan kami untuk selamanya
Namun ....
Jasamu akan kami kenang selalu
Kami yakin
Engkau akan damai dan bahagia di alam sana
Karena engkau memiliki amal yang tak pernah putus pahalanya
Yakni ilmu yang bermanfaat.

Ratusan bahkan ribuan murid-muridmu
Tersimpuh
Tertunduk haru
Mendengar kepergianmu
Menghadap Sang Khaliq
Allah Rabbul ‘Izzati

Bapak ILYAS,
Engkau mendidik murid-muridmu dengan cinta
Kecintaanmu pada murid-muridmu
Kau tunjukan dengan terbuka lebarnya pintu rumahmu
Untuk dijadikan tempat PKL
Kegaduhan dan kebisingan murid-muridmu
Kau jadikan penebus rindu
Di saat-saat terakhir menjelang dipanggil Yang Mahakuasa

Sungguh kau guru dan pendidik yang sejati
Tak pernah ada rasa mengeluh
Tak pernah banyak menuntut
Jasamu akan kami kenang s’lalu
Ilmu dan keteladananmu kan kami amalkan
Sebagai mutiara hidupku
Kau adalah Bapak kami
Kau adalah mahaguru kami
Kau adalah tempat kami mengadu
Kau adalah ruh lambang patriotisme
Kau adalah motivator kebenaran
Kau adalah korektor kealfaan langkah kami

Kini ...
Di sini,
Di sekolah ini,
Di tempat yang sunyi ini,
Kau pernah mengukir segala kenangan
Kau pernah menggoreskan tinta emas
Kau pernah menitipkan wasiat takwa
Kau pernah memperkenalkan kami agama
Kau pernah mengajarkan kami bahasa kitab Tuhanmu
Kau pernah membimbing kami cara beribadah yang baik
Kau pernah menuntun kami menuju jalan keridloan Allah
Kau pernah berbuat amal shalih

DEMI ALLAH,
Kami bersedia menjadi saksi
Kami bertanggung jawab dunia akhirat
Kami tegas mengatakan bahwa
Bapak ILYAS SODIKIN, BA adalah orang yang SHOLEH ***

Tuhan,
Meskipun begitu cepat kau panggil dia
Namun
yang paling kami sesalkan adalah
bahwa kami banyak berbuat zalim ‘memperolok-olok’ padanya

itulah sebabnya,
Betapa amat berat rasanya ‘tuk melepaskan kepergiannya
Baru kemarin rasanya kami bercanda ria
Berbagi cerita dan humoria
Terkadang kami terlalu berlebihan dalam berkata
Kami menyadari betapa banyak dosa yang kami perbuat
Betapa banyak obrolan yang pasti menyakiti hatinya
Batapa banyaaaaak HINAAN yang ditujukan padanya
Sehingga kami tidak menyadari
Bahwa apa yang kami lakukan
Itu ....
Sama dengan menghina-Mu ya Allah

Ya Allah,
Semakin orang merendahkan sesamanya
Maka yang direndahkannya itu
Akan semkin mulia di hadapan-Mu

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujuraat : 11)

Dengan kenyataan ini, ya Allah
Kami yakin
Begitu guru kami, Bapak ILYAS
Kau panggil ke hadapan-Mu
Maka semerbak harum dan wangi syurga telah menyambutnya
Dibarengi dengan keridloan-Mu

Namun demikian,
Kami selaku murid-muridnya
Sejujurnya kami berkata
Bahwa kami telah banyak berbuat dosa padanya
Padahal
Kami belum sempat meminta maaf padanya
Sehingga bagaimana kami dapat menutupi keselahan-kesalahan ini
Akhirnya,
Segalanya kami serahkan segalanya pada-Mu ya Allah

Dan
Sebagai penebus kesalahan-kesalahan kami padanya
Kami memanjatkan doa
Dengan segala mohon dan kerendahan hati
Setulisnya kami bersimpuh di hadapan-Mu ya Allah
Semoga Bapak ILYAS
Mendapat ampunan-Mu
Kasih sayang-Mu
Tempat keridloan-Mu
Kelapangan di barzakh-nya
Rumah yang terbaik
Pasangan hidup yang terbaik
Kebersihan jiwa
Amal iabadah yang pahalanya mengalir
Penjagaan dari fitnah setelah kematiannya
Amin.

SELAMAT JALAN WAHAI GURUKU ............
SELAMAT JALAN WAHAI PAHLAWANKU ..........
SELAMAT JALAN WAHAI SYUHADA’KU ................
Antum sabiqun wa nahnu ‘ala zalika insya Allahu lahiqun
(engkau pergi menghadap Tuhanmu duluan,
yang pasti kami yang kau tinggalkan ini TINGGAL MENUNGGU GILIRAN)


Cibanten, 24 Mei 2008

Teks Pidato tentang Hijrah

Assalamu’alaikum wr.wb.
ALHAMDULILLAHILLAZI ANZALAS SAKINATA FI QULUBIL MU’MININ, LIYAZDADU IMANAM MA’A IMANIHIM. Ash-sholatu wassalamu ‘ala asyrofil ambiya-i wal mursalain. Wa’ala alihi washohbihi ajma’in, amma ba’du. Qolallohu ta’ala fi kitabihil karim, wahuwa ashdaqul qo-ilin, a’udzu billahi minasy syaithonirrojim. Bismillahirrohmanirrohim :



Hadirin kaumal muslimin wal muslimat rohimakumulloh !
Bahagia sekali rasanya saya dapat berdiri di sini dalam rangka memperingati kisah hijrahnya Nabi Kita yang mulia Rasululloh Muhammad SAW. Di mana peristiwa ini terjadi tepat seribu empat ratus tiga puluh tahun yang silam. Lalu, kenapa peristiwa ini penting untuk diperingati bagi kita selaku umat Islam ? Kenapa Bu, Pak, Saudaraku, ada yang tahu alasannya ? Pingin tahu enggak ?
Baiklah, hadirin. Kali ini saya akan menguraikan sedikit alasan kenapa umat Islam penting untuk selalu mengingat peristiwa yang sangat monumental, yang mampu merubah paradigma peradaban kaum muslimin secara universal, yaitu : HIJRAH.
Hadirin yang berbahagia.
Sedikitnya ada 3 alasan arti penting mengingat peritiwa hijrah, yaitu.
Pertama, umat Islam itu tidak boleh melupakan sejarah. Karena sejarah itu dapat berfungsi sebagai pedoman generasi mendatang agar tidak terpedaya oleh berbagai peristiwa yang mengakibatkan hancurnya umat di masa lalu. Bukankah Sayidina Ali karomallohu wajhah parnah berkata : “hasbul mar-u min ‘irfanih, ‘ilmuhu bizamanih” artinya : seseorang itu cukup dikatakan bijaksana, jika ia mampu memahami sekaligus merefleksikan tanda-tanda zaman.
Pada peristiwa hijrah, menurut realitas sejarah kita mampu menilai siapa saja pihak-pihak yang mendapat jaminan ridlo dan kasih sayang Allah, dan siapa saja golongan yang mendapat murka Allah. Maka dengan pengetahuan itu kita tinggal memilih untuk mengikuti karakter orang yang selamat atau orang yang celaka. Apakah hadirin pingin selamat ? Ibu pingin selamat Bu ? Bapak pingin selamat Pak ?
Jika hadirin pingin selamat, dengan mengacu pada sejarah hijrah ini mudah saja, ikutilah pola hidup dan karakter Abu Bakar Shiddiq. Ikutilah gaya perjuangan Ali bin Abi Tholib.
Abu Bakar Shiddiq pada saat menyambut perintah hijrah dari Allah SWT, beliau segera menjual seluruh hartanya untuk kepentingan hijrah. Maka pada saat beliau ditanya oleh Rasululloh SAW: “Kenapa engkau tidak menyisakan hartamu ? Lalu bagaimana engkau bisa menghidupi keluargamu ?” Abu Bakar dengan penuh keyakinan, menjawab : “Nasibku dan keluargaku, kini kuserahkan sepenuhnya kepada Alloh dan Rasul-Nya”. “Wa ilallohi turja’ul umur....”
Tentang keteladanan Ali bin Abi Thalib, hadirin. Dalam peristiwa hijrah, beliau bersedia dijadikan “tameng hidup” oleh Rasulullah SAW. Beliau menggantikan posisi Rasul di ranjangnya, pada saat Rasul diancam nyawa oleh musuh-musuh Islam. Maka keteladanan Ali di sini adalah rela mengorbankan jiwanya demi Allah dan Rasul-Nya. Sebagai umat Islam sejati hanya ada dua pilihan : “’isy kariman au mut syahidan” : hidup mulia, atau menjadi syuhada.
Kedua, bahwa peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW ke Yatsrib (Madinah) itu bukan sekadar kebetulan. Tetapi hal ini sudah sejak lama disekenario dengan matang. Kita tahu pada saat ajaran Islam mula pertama diserukan, sambutan antusias justru datang dari kabilah Khozroj dan Aus di Madinah. Karena saking antusiasnya warga Madinah menyambut seruan Islam, sehigga sejarah telah mencatat telah terjadi 2 kali BAI’ATUL AQOBAH. Bai’at atau ikrar setia itu dilakukan oleh kelompok Madinah isinya menyatakan masuk Islam dan benjanji untuk melaksanakan ajaran-ajarannya secara sempurna.
Hadirin Rohimakumulloh.
Bahkan menjelang BAI’ATUL AQOBAH yang kedua sekelompok orang Madinah yang berjumlah 73 orang pergi ke Makkah sambil menunaikan ibadah Haji, mereka bermaksud menjemput Rasulullah SAW untuk diboyong ke Madinah. Karena mereka tahu keberadaan Nabi di Makkah saat itu dalam kondisi berbahaya.
Secara manusiawi sebenarnya Rasulullah SAW saat itu sudah berhasrat untuk segera meninggalkan Makkah dan pergi ke Madinah. Akan tetapi hal ini belum bisa dilakukan mengingat belum ada perintah resmi dari Allah SWT.
Maka dengan demikian, hadirin.
Dari peritiwa ini pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa segala tindakan hidup kita di dunia ini harus selalu berpedoman pada agama. Bukan sekedar mengejar kesenangan sesaat, demi kepentingan pribadi atau golongan sehingga tidak mempedulikan apakah itu sejalan dengan ajaran Islam atau tidak.
Ketiga, demi mengenang peristiwa besar ini. Momentum hijrah dijadikan sebagai penanggalan kalender perhitungan qomariyah oleh para shohabat yang tergolong pada as-sabiqunal awwalun. Melalui proses musyawarah yang cukup argumentatif, para sahabat menawarkan tiga pilihan peristiwa yang akan dijadikan tonggak penanggalan qomariyah ini. Peristiwa kelahiran Nabi, Isra’ Mi’raj, dan Hijrah. Maka dipilihlah peristiwa hijrah dengan alasan bahwa hijrah itu jika diaplikasikan secara lebih luas dapat terjadi setiap saat dan dapat dilakukan oleh semua orang. Hal ini sangat relefan dengan makna firman Allah : a’udzubillahi minasy syaithonirrojim :




Artinya : “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak.” (QS. An-Nisa’ : 100)

Hadirin rohimakumulloh.
Jika diartikan secara lebih luas, maka hijrah itu artinya berjalan, bergerak, bangkit dari keadaan yang kurang baik menuju kehidupan yang lebih baik dalam koridor Ridlo Allah SWT. Jadi, segala upaya yang dilakukan demi mengubah perilaku menuju kehidupan yang lebih baik demi menggapai Ridlo dan kasih sayang Allah SWT, itu dikatakan HIJRAH.
Demikianlah uraian sederhana yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan.
Sebelum berakhir, izinkanlah sebelum menutup pidato ini mengutip sya’ir yang sering dipopulerkan oleh Bapak KH. Zainudin MZ :

waqod yurja lijarihi bisaifi bur-un
wala bur’ul lima jaroha lisan;
jika pedang lukai tubuh, ada harapan untuk sembuh
jika ucapan lukai perasaan, ke mana obat hendak dicari.

Aqulu qouli haza astagfirullohal ‘adzim

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Kamis, 26 November 2009

Sejarah Desa Cibanten

SITUS DAN KEBUDAYAAN
DI DESA CIBANTEN KEC. CIJULANG KAB. CIAMIS


Secara umum di Desa Cibanten tidak bisa menunjukkan situs atau cagar budaya yang dilindungi secara resmi baik oleh pemerintah setempat maupun pemerintah yang lebih atas. Namun demikian bukan berarti bahwa di Desa Cibanten tidak ada sejarah kehidupan masa lampau sama sekali. Akan tetapi bukti-bukti fisik yang bisa diperlihatkan kepada generasi muda tidak ada. Sementara itu, daerah ini tdak termasuk daerah yang pernah dijadikan pusat kegiatan kerajaan masa lampau.
Adapun menurut ceritera dari mulut ke mulut ada beberap legenda yang mengarah pada sejarah terbentuknya asal mula adanya kehidupan di daerah Desa Cibanten. Hanya saja para penyampai pesan ceritera itu tidak bisa menunjukkan bukti fisik yang mendukung kekuatan ceritera tersebut. Baik dalam bentuk artepak-artepak, prasasti, pekakas kuno, tugu batu, maupun bangunan-bangunan kuno.
1. Situs
Menurut ceritera dari mulut ke mulut yang samapi kepada generasi sekarang ada beberapa tempat bersejarah yang melegenda di kalangan tokoh masyarakat Desa Cibanten untuk periode hingga tahun delapan puluhan (pada saat ini kurang mendapat perhatian dari generasi muda). Di antara tempat atau kejadian kuno yang dikeramatakan antara lain :
a. Mata Air Cisiuk
Mata air Cisiuk yang terletak di Dusun Cibanten Desa Cibanten diyakini sebagai mata air yang memiliki sejarah yang berhubungan dengan cikal bakal berdirinya sebuah daerah baru yang akhirnya diberi nama Cibanten. Hal ini adalah sangat unik jika kita memperhatikan nama-nama daerah lain sekitar yang menggunakan awalan “Ci” seperti halnya daerah-daerah lain sekitarnya; Ciakar diambil dari kata “cai” dan “akar” maksud akar sudah dapat dipahami yaitu bagian dari pohon yang menancap ke dalam tanah, Cijulang dari kata “cai” dan “julang.” Kata julang adalah dari nama pohan kijulang, hingga saat ini pohon ini masih sangat terkenal biasa digunakan khsusu untuk sarangka golok. Sementara kata Cibanten, diambil dari kata “cai” dan “banten.” Pengambilan nama ini memliki keunikan atau ekslusif. Jika nama lain di Jawa Barat yang diawali dengan kata “Ci” biasanya kata berikutnya diambil dari nama-nama :
1) Pohon; misalnya : Cijambe, Cijulang, Citamiang, Cihaur, Cikalapa, Cimuncang, dsb.
2) Kondisi alam; misalnya : Cicurug, Ciguha, Cigalupit, Cikarakal, dsb.
3) Warna; misalnya : Cibodas, Cikoneng, Cibiru, Cibeureum, Cibungur, Cihideung.
4) Kombinasi antara letak geografis pegunungan atau lembah dengan nama pohon, misalnya : Pasirkaliki, Pasirwaru, Pasirceuri, Pasirkiara, Legokputat, Legokjengkol, Legokwaru, Legokseuruh, Legokbungur, Legokputat dsb.
Sedangkan nama “Cibanten” uniknya adalah diambil dari nama lain, yaitu dari nama daerah “Banten” sebuah daerah yang terkenal dengan ilmu kanuragan dan kesaktiannya. Ceriteranya ada seorang “kolot” yang biasa dipanggil “Embah” atau “Sembah” bernama Nagabali datang dari daerah Banten dengan membawa air “sasiuk” atau segayung. Lalu air tersebut disimpan di suatu tempat yang kemudian menjelma menjadi mata air. Daerah tersebut hingga kini disebut Cisiuk. Di tempat ini masih terdapat mata air yang keadaannya tidak terlalu besar, akan tetapi tidak pernah kering. Karena air itu dibawa dari daerah banten maka terbentuklah nama CIBANTEN.
b. Patilasan Nagabali
Berhubungan dengan tempat ini ada dua versi. Pertama, sebuah tempat yang berhubungan dengan nama Nagabali itu adalah kuburan atau makam. Di mana sang pembawa air dari Banten itu menghabiskan sisa hidupnya di Cibanten hingga meninggal dunia dan dimakamkan di pemakaman Nagabali. Di mana pemakaman itu hingga sekarang masih terkenal dengan istilah Makam Nagabali.
Versi kedua mengatakan bahwa tempat itu adalah patilasan, artinya tempat singgah sementara seorang Nagabali. Biasanya tempat yang disebut “patilasan” itu digunakan sang begawan untuk melakukan ritual pertapaan atau semedi dalam jangka waktu berhari-hari.
Jika kita menelusuri nama Nagabali yang akar katanya diambil dari nama-nama binatang. Kiranya orang ini termasuk keluarga ningrat, atau orang penting di sebuah kerajaan. Mengingat apabila dihubungkan dengan nama raja-raja yang pernah berkuasa di Nusantara banyak yang diambil dari nama-nama binatang, misalnya : Prabu Hayam Wuruk, Patih Gajah Mada, Prabu Ciung Wanara, Prabu Siliwangi (harimau), Munding Laya Dikusumah. Sedangkan nama Naga bali diambil dari hewan Naga.

2. Kebudayaan
Pada tahun 1800 di masa pemerintahan penjajah Belanda, seorang penasehat spiritual pemerintah Belanda bernama LWC van Den Berg mengemukakan sebuah kesimpulan tentang kebudayaan umum bangsa Indonesia yang terkenal dengan Receptio in Comlexu artinya bahwa budaya yang berlaku dan berakar pada masyarakat Indonesia adalah budaya Islam. Pada tahun 1898 konsep ini ditentang oleh C Snouck Hurgronje dengan mengeluarkan sebuat teori yang dikenal dengan Theorie Receptie. Dalam teori ini dikatakan bahwa budaya yang berlaku di Indonesia bukanlah hukum islam melainkan hukum adat. Selanjutnya teorinya Snouck Hurgronje itu ditentang lagi oleh Prof Hazairin yang mengeluarkan statment Receptie a Contrario, pada konsep ini dikatakan bahwa hukum adat bisa berlaku di Indonesia selama tidak bertentangan dengan hukum Islam. (Hazairin, 1976)
Sepertinya warisan teori-teori di atas berimbas ke daerah Cibanten, sehingga banyak tradisi kebudayaan yang pada tempo dulu menjadi akar budaya kini sudah lenyap, bahkan orang tua yang masih mengingat tentang kebudayaan tersebut sebagian besar sudah meninggal dunia. Di antara kebudayaan yang pernah ada di daerah Cibanten adalah :
a. Kesenian Rudat
Bentuk kesenian yang dimainkan oleh 5 – 7 orang dengan bantuan alat musik “dog-dog” bervariasi (dari ukuran besar hingga kecil). Dipukul dengan irama yang khas diiringi dengan lantunan lagu-lagu sunda dengan irama pupuh. Akan tetapi irama-irama tersebut hingga sekarang masih melekat pada nadom pupujian yang diasa dibaca di masjid-masjid.
b. Kesenian Terbang/Jingkrung
Alat musik yang digunakan adalah semacam rebana bervariasi, ditabuh dengan irama khas diringi lantunan lagu-lagu shalawatan dan pupujian islami.
c. Debaan
Berisi tentang pedaran riwayat perjalanan peri kehidupan Nabi Muhammad SAW yang dibaca dalam bentuk alunan lagu khas Sunda. Selain riwayat Nabi SAW, juga dipedar sejarah peri hidup Syaikh Abdul Qodir Jailani.
d. Kesenian Badud
Merupakan jenis kesenian yang berbau magis yang dimainkan secara berkelompok dalam sebuah group terdiri dari penabuh gamelan dog-dog yang dikolaborasikan dengan angklung. Dilengkapi dengan pemain kuda lumping, “babagongan”, “kekerudan”, dan “momonyetan”. Biasanya para pemain ini dibacakan dulu matera oleh kepala kelompok, lalu ia bergerak seperti di bawah alam sadar dan lalu “kelenger”.
e. Kebudayaan Turun Mandi
Masih dalam rangkaian kesenian badud, ada tradisi mengusung pangantin sunat di bawa ke mata air keramat untuk dimandikan, sebelum besoknya ia disunat.