« »
« »
« »
Get this widget

Rabu, 22 Mei 2013

Ketika Islam Berbicara Sekitar Seni

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, Ketua Umum PB-NU, pada pidator Harlah NU tahun 2013 yang dikutip oleh majalah Risalah NU No.39/2013, beliau menyitir seni dengan mengacu pada pandangan ahli Sufi Dzunnun Al-Mishri. Dalam hal ini dikatakan bahwa seni diartikan sebagai suara kebenaran yang bisa menghantarkan seseorang menuju kepada Yang Mahabenar.

Ditambahkan, kalau ingin jujur harus dengan seni, karena seni tidak pernah bohong. Selain itu bisa dimanipulasi, termasuk agamapun bisa dimanipulasi. seseorang boleh mengaku alim dengan berpenampilan sorban, baju koko, berpeci, berjenggot, dan sebagainya. Akan tetapi bisa jadi justru orang tersebut ternyata koruptor ulung. Sementara orang yang memiliki kemampuan seni itu tidak bisa direkayasa atau dinepotisme. Banyak pengamen jalanan yang terangkat nasibnya, karena memiliki potensi seni yang tinggi.
Dalam hal ibadah taqorub kepada Allah harus dijalankan dengan seni, misalnya baru pulang kerja, habis perjalanan jauh, dsb. tiba-tiba langsung sholat dan dzikir. Dalam hal ini diperlukan ritme gerakan yang mengandung seni. Istirahat sejenak, tenangkan badan, rilek dulu, hingga titik nol (takholli) kosongkan pikiran, baru dilanjutkan dengan ibadah taqorub.
Syarat seni yang dibenarkan dalam Islam, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah sya'ir :
Faman asgha bihaqqin fahaqqaq, wa man asgha bisyahwatin fazandah (barang sipa menyimak seni dengan sungguh-sungguh, maka ia akan mencapai hakekat, dan barang siapa memerankan seni dengan hawa nafsu, maka ia akan menjadi zindiq/kafir).
Kaitan dengan Sya'ir-sya'ir Musik
Allah SWT berfirman :

 وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ
أَلَمْ تَرَ أَنَّهُمْ فِي كُلِّ وَادٍ يَهِيمُونَ
وَأَنَّهُمْ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَذَكَرُوا اللَّهَ كَثِيرًا 
"dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.
tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah*)
dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?
kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah..."
----
Yang dimaksud dengan ayat ini ialah bahwa sebagian penyair-penyair itu suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang tertentu dan tidak punya pendirian. 
Kita tidak ingin terlalu banyak berkomentar perihal ayat di atas, karana tinggal kita sebagai kaum muslimin untuk rido berpedoman kepada al-Qur'an. Namun demikian kiranya gambaran ayat di atas sudah semakin terbukti di zaman sekarang. Bagaimana sebuah pagelaran seni yang diwarnai dengan gaya-gaya erotis memancing syahwat dan maksiat, para pengikutnya meminum minuman keras, mabuk dan kadang berkelahi. Lirik dan syair-syair lagu diwarnai dengan khayalan kelas tinggi. Kelakuan para insan seniman tidak sejalan dengan apa yang diucapkannya.
Itulah sebabnya, kenapa nabi Muhammad SAW dikatakan oleh Allah SWT sebagai hamba yang tidak layak menjadi seorang penyair. Seperti difirmankan dalam surat Yasin ayat 69 :

وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ

"Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan."

Tidak ada komentar: