« »
« »
« »
Get this widget

Kamis, 09 Juni 2011

Studi Analisis Kampanye Pemilu


PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA SELALU DIAWALI DENGAN KAMPANYE
URAIKAN DAN JELASKAN SERTA ANALISIS
KAMPANYE YANG BAIK SEPERTI APA?

A.   ALASAN KAMPANYE PADA PEMILU
1.    Alasan Sosiologis dan Logis
Bahwa dengan beragamnya kepentingan manusia dalam menjalani tugas hidupnya, seringkali sulit untuk melakukan komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Tujuan hidup boleh saja sama yakni menciptakan sebuah kemakmuran yang berkeadilan, akan tetapi jalan yang mereka tempuh belum tentu sama. Itulah sebabnya dalam rangka menyepakati tujuan kolektif dalam rangka perwujudan hidup bermasyarakat, maka disusunlah komitmen bersama untuk menemukan cara yang dianggap efektif menampung segala aspirasi masyarakat melalui sistem perwakilan.

Ketika sistem dan model ketatanegaraan sudah ditentukan oleh para penyelenggara negara, maka segenap anggota masyarakat harus konsekuen pada hasil kesepakatan tersebut. Demikianlah seperti halnya negara Indonesia yang secara konstitusi telah menentukan bentuk dan kedaulatan negara. Sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 bahwa bentuk negara Indonesia adalah republik, sedangkan kedualatan negara berada di tangan rakyat.
Setelah bentuk dan kedaulatan negara sudah disepakati, maka unsur-unrus apa saja yang harus dilengkapi dalam penyelenggaraan negara ini? Apakah unsur-unsur tersebut bisa dipenuhi dengan unsur “republik” atau harus dipenuhi oleh unsur “kedaulatan” atau kolaborasi antara unsur republik dan kedaulatan?
Bentuk negara republik menuntut bahwa sistem pemerintahan itu adalah presidensial, di mana pada sistem ini menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Para menteri mempertanggungjawabkan kinerjanya pada presiden. Parlemen (DPR) sejajar dengan presiden dan tidak bertanggungjawab pada presiden. Dengan demikian, ketika unsur-unsur negara yang dibutuhkan menurut tuntutan konstitusi cukup berada pada kewenngan presiden, maka kelompok masyarakat tidak berhak ikut campur tangan, misalnya dalam hal pengangkatan menteri. Di lain pihak ada pembentukan dan penunjukan unsur-unsur negara itu harus dilakukan secara bersama-sama antara presiden dengn DPR baik secara proses maupun legitimasinya, misalnya pengangkatan pimpinan KPK, MA, BPK, Kapolri, Gubernur BI, dan jabatan strategis lainnya.
Bahwa jabatan presiden, DPR, Gubernur BI dan jabatan strategis lainnya dipandang sebagai jabatan yang banyak mendatangkan materi dan kesenangan hidup, maka diaturlah masa jabatan tersebut di dalam konstitusi negara. Tujuan pengaturan masa jabatan ini antara lain agar terjadi penyegaran, meminimalisir penyelewengan kekusaan, dan memberikan kesempatan pada putra terbaik bangsa yang lainnya agar memperkecil kecemburuan sosial.
Jabatan strategis sebagaimana digambarkan di atas, mau tidak mau bisa dikategorikan sebagai jabatan “politis” baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu masyarakat banyak yang berkeinginan untuk meraih jabatan tersebut. Bagaimana cara meraih jabatan strategis tersebut? Satu-satunya cara adalah melalui kumulatif aspirasi rakyat yang digabung dalam simbol partai politik. Bagaimana partai politik dapat mendapat dukungan rakyat dengan sebanyak-banyaknya? Salah satu cara melalui sosialisasi dan/atau kampanye.
Kampanye merupakan cara untuk menyebarluaskan informasi pada masyarat luas tentang program, visi, misi, dan flatform sebuah kontestan pemilu, baik perorangan maupun kolektif dalam jangka waktu relatif singkat. Oleh karenanya, maka pelaksanaan kampanye cenderung lebih bersifat gebyar dan semarak, mengingat waktu yang tersedia sangat singkat. Sehingga setiap kontestan akan mengerahkan segala kekuatannya bagaimana dalam waktu yang relatif singkat ini dapat meraih simpatik masyarakat sebanyak-banyaknya.
Kampanye berbeda dengan sosialisasi, jika sosialisasi cenderung lebih lamban dan tidak terkesan jor-joran. Sosialisasi bisa dilakukan kapan saja, sepanjang tidak melanggar koridor rambu-rambu hukum yang berlaku. Dalam hal ini tergantung pada profesionalitas masing-masing pendiri partai poliitik dalam memanfaatkan moment-moment penting yang muncul di masyarakat.
Baik kampanye maupun sosialisasi keduanya membutuhkan energi atau biaya yang banyak. Di samping itu dengan pelaksanaan kampanye yang lebih bernuansa gebyar dan mewah, maka tidak sedikit dari pelaksanaan kampanye itu yang memakan korban jiwa atau kecelakaan biasa. Mengingat dari unsur untung ruginya pelaksanaan kampanye itu, maka para pakar ketatanegaraan tidak berhenti berfikir untuk terus mencari formula bagaimana cara terbaik dalam pelaksanaan proses demokrasi. Selama ini model pemilu masih dianggap sebagai pola terbaik yang bisa dijalankan dalam upaya pergantian kekuasaan dari seseorang yang sedang berkuasa. Dibandingkan dengan kudeta, perang, penyerbuan, dan sebagainya.



2.    Alasan Yuridis
Aturan tentang kampanye tidak lepas dari peraturan hukum tentang pemilu. Pemilu atau pemilihan umum di Indonesia diatur dalam UUD 1945 BAB VIIB. Ketentuan BAB VIIB UUD 1945 tersebut selanjutnya dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum jo Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik jo Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum jo Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ditambah pula pertauran perundang-undang tentang pemilu presiden dan wakil presiden dan peraturan tentang pemilu kepala daerah.
Jika peraturan perundang-undangan sudah mengatur suatu hal, maka segenap warga negara harus tunduk pada aturan tersebut, jika tidak maka dianggap melanggar hukum yang sanksinya sudah pasti harus diterima akibatnya.
Dikarenakan para kontestan pemilu itu berjumlah lebih dari satu, maka pelaksanaan kampanye perlu diatur sedemikian rupa agar terhindar dari benturan-benturan atau gesekan yang mengarah pada perpecahan bangsa. Pelaksanaan kampanye itu dirasakan dan disadari oleh semua pihak akan berindikasi pada memanasnya suhu politik bangsa. Dengan demikian, negara harus menyiapkan segala sesuatunya untuk pelaksanaan kampanye tersebut. Persiapan tersebut di samping harus didukung dengan dana, juga didukung pula dengan segala kekuatan pengamanan negara. Masyarakat umum tetap melakukan aktifitas rutinnya tanpa harus terhambat dengan adanya pergelaran kampanye.
Menyaksikan pada pelaksanaan kampanye pemilu terakhir tahun 2008-2009 yang lalu, sepertinya masyarakat Indonesia sudah bersikap semakin dewasa. Dalam hal ini banyak masyarakat yang lebih memilih melakukan aktifitas rutinnya sehari-hari yang lebih bermanfaat dibandingkan dengan harus melakukan konvoi di jalanan dan berkumpul pada suatu tempat untuk mendengarkan orasi-orasi dari para plitisi. Oleh karena itu, banyak jadwal kampanye pemilu yang telah disediakan tidak diisi dengan kegiatan kampanye oleh kontestan pemilu yang bersangkutan. Kondisi ini didorong oleh sikap sebagian besar masyarakat kita yang lebih berpandangan meterialistis. Artinya, mereka akan mau melakukan sesuatu jika mendapat bayaran yang wajar.
Para peserta pemilu harus perpikir seribu kali ketika akan menyelenggarakan kampanye dalam bentuk “gebyar”, sebab banyak akomodasi yang harus dipenuhi yang kesemuanya itu memerlukan biaya yang sangat besar. Terlebih lagi jika kampanye tersebut harus diisi dengan penampilan artis dari ibukota. Di samping itu dengan mengerahkan masa yang cukup besar, masing-masing individu yang hadir menuntut biaya transportasi dan uang jajan. Dengan demikian bisa kita kalkulasikan jika pengerahan masa mencapai 4.000 orang X Rp 50.000,- = Rp 200.000.000,- belum biaya akomodasi dan honor artis, perizinan, pengamanan, dan lain-lain. Jadi, dengan pengadaan satu kali kegiatan kampanye kelas “gebyar” dibutuhkan biaya mencapai setengah milyar rupiah.
Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 disebutkan definisi kampanye, yaitu  kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Selanjutnya pada batang tubuh Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 perihal kampanye diatur secara terperinci pada BAB VIII. Dari ketentuan BAB VIII tersebut yang dipandang paling urgen adalah tentang metode kampanye, sebagaimana diatur pada Pasal 81. Metode kampanye terdiri dari :
a.    pertemuan terbatas;
b.    pertemuan tatap muka;
c.    media massa cetak dan media massa elektronik;
d.    penyebaran bahan kampanye kepada umum;
e.    pemasangan alat peraga di tempat umum;
f.     rapat umum; dan
g.    kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan.
Untuk menjaga kode etik berbangsa dan bernegara yang baik, maka pemerintah mengeluarkan larangan untuk berkampanye bagi para pejabat negara. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2004 tentang Kampanye Pemilihan Umum oleh Pejabat Negara. Larangan tersebut tidak berlaku permanen selama menempuh prosedur yang berlaku.
Yang dimaksud dengan pejabat negara antara lain meliputi : Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota.
Selain larangan kampanye oleh pejabat negara dalam perturan pemerintah ini juga diatur larangan menggunakan fasilitas negara dan biaya dari APBN bagi pelaksanaan Pemilihan Umum.


B.   SISI POSITIF DAN NEGATIF KAMPANYE PEMILU; ANALISIS PELAKSANAAN PEMILU TAHUN 2009

1.    Sisi Positif Kampanye Pemilu Tahun 2009
Kampanye Pemilu 2009 berlangsung hampir sembilan bulan mulai 12 Juli 2008 hingga tiga hari menjelang hari  ’H’ pencoblosan 9 April 2009. Itu berarti, Parpol punya waktu banyak untuk menggarap masyarakat/pemilih dengan menguraikan visi dan misinya sehingga jumlah Golput menurun.
Pada kampanye pileg dengan cara dijadwal oleh KPU dapat memberikan kesempatan kepada para calon untuk melakukan kampanye gabungan dari calon DPR, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, segala akomodasi dan pembiayaan lainnya dapat ditanggung bersama.

2.    Sisi Negatif Kampanye Pemilu Tahun 2009
Negatifnya  kampanye panjang membutuhkan dana sangat besar dan memungkinkan terjadinya hal-hal yang tak diinginkan. 34 Parpol termasuk 16 Parpol yang  memiliki kursi di parlemen dinyatakan lolos menjadi peserta Pemilu 2009.
Merekalah yang akan bertarung di berbagai kalangan masyarakat untuk menarik simpati publik yang kelihatannya semakin apatis dengan yang namanya pemilihan, apakah Pilkada, Pemilu dll.
Sebab, kesannya, rakyat hanya dimanfaatkan, dijadikan objek oknum dan pihak-pihak tertentu saja. Hal itu terlihat jelas dengan menurunnya partisipasi masyarakat ikut memilih dan meningkatnya jumlah Golput di berbagai daerah..
Hemat kita, partai-partai besar tentunya paling diuntungkan. Sebab, kampanye yang begitu panjang memerlukan dana besar dan mereka lebih siap dalam soal pendanan. Bagaimanapun juga dana yang diperlukan bisa 2-3 kali lipat lebih besar dari kampanye Pemilu 2004. Hal ini bisa berdampak negatif  dengan terjadinya kecurangan dalam pengumpulan dana, baik dari perseorangan maupun dari dunia usaha dll.
Sedangkan bagi Parpol kecil masa kampanye yang begitu panjang dalam sejarah Pemilu Indonesia sejak masa Orde Lama tentunya tidak menguntungkan. Bisa-bisa sebelum sampai di akhir pertarungan yaitu hari pencoblosan mereka (Parpol kecil) sudah kehabisan stamina sehingga Pemilu 2009 hanya menghasilkan antiklimaks.
Justru itu, masa kampanye yang panjang untuk Pemilu 2009 lebih menguntungkan Parpol besar dan merugikan Parpol kecil yang lemah dana.  Lantas, bisakah masa kampanye yang sangat panjang itu menarik perhatian masyarakat sehingga jumlah Golput akan mengecil?















1 komentar:

Anonim mengatakan...

CasinoGames - How to Play & Win Real Money
In fact, casinos give you septcasino more chances to win and keep your winnings. หาเงินออนไลน์ You can also get new casino bonuses like free 인카지노 spins or cashback