« »
« »
« »
Get this widget

Senin, 03 Januari 2011

PAJAK MENSUKSESKAN PROGRAM WAJIB BELAJAR DI INDONESIA

Copyright by Saepudin
(oleh : Tim Orasi MA YPK Cijulang, Kab. Ciamis)
Disampaikan pada acara Pajak Goes to School 2010
Kantor Palayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan Kota Banjar

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Puji dan syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul dalam acara “Pajak Goes to School 2010” yang diprakarsai oleh Kantor Palayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan Kota Banjar. Semoga dengan kegiatan ini dapat memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi kemajuan pembangunan di negara kita tercinta Indonesia, terutama bidang pembangunan.

Shalawat dan salam semoga terlimpah-curahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta umatnya yang setia pada ajarannya, amin.
Bapak, Ibu para petugas dari Kementerian Pajak, serta hadirin yang kami hormati!
Izinkanlah saya dalam kesempatan ini untukmenyampaikan orasi tentang korelasi pajak dengan program wajib belajar di Indonesia. Namun sebelumnya perlu saya tegaskan bahwa dalam hal ini saya tidak akan membatasi program wajib belajar (wajar) itu untuk sembilan tahun. Karena kita menyadari bahwa akan pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus dimiliki oleh setiap komponen bangsa seharusnya bersifatunlimited, tanpa dibatasi ruang dan waktu. Meskipun dalam kenyataannya bangsa kita masih menerapkan pembatasan dalam program pendidikan, dengan pertimbangan keterbatasan anggaran.
Hadirin yang berbahagia!
Jika kita membaca angka dari APBN kita tahun 2010 yang besarnya mencapai Rp 1.126,1 triliun. Dari total APBN tersebut pos penerimaan negara yang diambil dari sektor pajak ditarget sebesar Rp 658,24 triliun, sebagaimana dilansir oleh situswww.rumahpajak.com. Dengan demikian dana yang diserap APBN dari sektor pajak sebesar 58,45%. Jika Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar alokasi dana pendidikan sebesar 20% dari APBN, maka sektor pajak menyumbangkan dana untuk pendidikan sebesar Rp 131,65 triliun dari total kebutuhan anggaran pendidikan sebesar Rp 201,93 triliun.
Kita semua menyadari bahwa pembangunan pendidikan di Indonesia jelas membutuhkan biaya yang sangat besar, terlebih lagi jika wajar dikdas kita jadi dirubah menjadi dua belas tahun. Sebagai bangsa yang besar dengan kompleksitas garapan pembangunan yang sangat tinggi, dalam hal ini kita membutuhkan kulitas sumber daya manusia (SDM) yang handal. Sumber daya alam Indoensia menanti tangan-tangan anak bangsa yang professional.
Hadirin yang berbahagia!
Jika kita melakukan studi historis terhadap asal mula lahirnya Negara Republik Indonesia sebenarnya posisi Negara kita jauh lebih baik dari Negara Jepang. Jika pada Agustus 1945 negara Indonesia merdeka sudah “dimodali” (dalam tanda petik) berbagai asset warisan Pemerintah Kolonial Belanda. Sementara Jepang pada saat ini dalam kondisi porak poranda akibat bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki. Namun sekian tahun kemudian apa yang terjadi ? Negara Jepang melesat menjadi Negara maju dan mampu menguasai pasar dunia, sementara Indonesia juga melejit menjadi Negara yang maju menjadi Negara yang banyak hutangnya dan banyak kuruptornya. Sebuah pencitraan bangsa yang tentu sangat tidak mengenakan, tapi kenyataannya memang demikian.
Pada masa reformasi, bangsa Indonesia mencoba untuk melakukan evaluasi diri secara nasional. Hasilnya ternyata bahwa bangsa kita banyak memiliki kebobrokan dan keterpurukan, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Pada saat itu kita melakukan skala perbandingan dengan Negara tetangga Malaysia. Ketika tahun 1980-an banyak warga Malaysia yang menimba pendidikan di Indonesia, namun di tahun 1990-an justru yang terjadi sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia sudah mengalami kemunduran. Sebagai solusi yang disepakati para pemimpin bangsa saat itu maka dilakukanlah inisiatif untuk melakukan amandemen UUD 1945, salah satunya antara lain mengamanatkan agar dana pendidikan dialokasikan sebesar 20% dari APBN untuk setiap tahunnya.
Dalam merealisasikan amanat UUD tersebut pemerintah kita telah menunjukan keseriusannya dalam melakukan reformasi di bidang pendidikan. Hal ini dawali dangan diundangkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 Tahun 2003. Dalam undang-undang ini diatur kewajiban pemerintah menyangkut terselenggaranya pendidikan. Sebagaimana diatur pada pasal 11 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana gunaterselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampaidengan lima belas tahun.”
Dalam skala matematis kita bisa meprediksi bahwa pada saat pemerintah dibebani kewajiban untuk mendanai pendidikan, sedangkan pemerintah mengandalkan sumber penerimaan lebih dari setengahnya dari masyarakat, yakni dari sector penerimaan pajak. Dengan demikian, logikanya adalah apabila ada sebagaian warga masyarakat kita yang enggan membayar pajak, maka secara langsung ia telah menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Jika menghambat pendidikan maka artinya ia mewariskan “kebodohan” untuk bangsanya.
Hadirin yang berbahagia!
Jika kita menyaksikan potensi putra-putri bangsa Indonesia, seringkali kita merasa bangga campur sedih.Bangganya, kita merasa sangat gembira ketika putra/putri Indonesia berprestasi di tingkat dunia, seperti yang diperankan oleh trio jagoan Fisika Kevin Winata, Thomas A Nugraha Budi dan Tyas Kokasih. Mereka bertiga keluar sebagai peraih medali emas, perak dan perunggu pada ajang Olimpiade Fisika Internasional di Mongolia pada 20-28 April 2008. Dan masih banyak prestasil ain yang diraih putra/putri Indonesia dari berbagai bidang, seperti seni, olah raga, keagamaan dan lain-lain.
Adapun sedihnya, adalah bahwa anak-anak Indonesia yang meraih prestasi dunia itu justru ada di antaranya yang terlahir dari keluarga kurang berada. Mereka tidak pernah menikmatif asilitas pendidikan modern, selanjutnya pada saat mereka hendak melanjutkan studi padaj enjang yang lebih tinggi kesulitan untuk mendapatkan biaya yang dapat menunjang pendidikan. ---sebagaimana kita tahu bahwa kebutuhan biaya pendidikan tidak cukup sekedar biaya operasional sekolah, melainkan masih banyak fasilitas penunjang lainnya yang harus dimiliki oleh para siswa, termasuk media internet, buku-bukureferensi, dsb --- Dalam hal ini ketika melihat potensi bangsa seperti itu, tentu bangsa Indonesia sangat mempunyai peluang untuk menjadi bangsa yang besar.
Hadirin yang berbahagia!
Pengertian pajak ialah iuran dari rakyat kepada kas negara berdasarkan undang - undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) secara langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum negara dan bermanfaat bagi masyarakat. (R.Santoso Brotodiharjo , SH , Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Hal. 5 )
Dari pengertian diatas dapat kita ketahui seksama bahwa peranan pajak sangatlah menentukan maju mundurnya negara kita mengingat sektor Pertambangan & Energi, Pertanian, ekspor dan lain - lain tidak dapat kita andalkan. Setiap tahun negara kita masih mengandalkan pajak sebagai urat nadi bangsa untuk memutar roda perekonomian bangsa dan membangun negara kita (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia, Repelita VI, Hal. 141), Seandainya pajak yang merupakan faktor terpenting dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur tidak dijalankan sesuai dengan semestinya maka dapat dipastikan masyarakat adil dan makmur tidak akan terwujud.
Sebagai warga negara yang baik seharusnya kita menempatkan Pajak sesuaidengan fungsinya yaitu sebagai budgetair (Anggaran) dan Reguler (Mengatur). (R.Santoso Brotodiharjo , SH , Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Hal. 205 )
Budgetair merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluarannya sedangkan reguler adalah merupakan alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan dalam bidang sosial dan ekonomi.
Namun pada kenyataannya fungsi budgetair belum dilaksanakan sepenuhnya oleh penerima dan pelaksana dana dari pajak, untuk fungsi budgetair, pajak tidak dapat secara maksimal dapat membiayai pemerintah hal ini disebabkan banyaknya oknum pemerintah yang tidak memiliki nurani untuk berpikir demi kepentingan bangsa dan negara (Mohon maaf, Kasus Gayus barangkali baru satu masalah yang dapat terungkap. Akan tetapi kita semua selaku masyarakat bangsa sangat berharap semoga hal itu tidak terulang kembali). Jelas sekali, dengan terungkapnya kasus Gayus ini sedikit banyak dapat memberikan ekses negatif bagi penyelenggaraan pajak di Indonesia secara keseluruhan.
Pemanfaatan dan penggunaan dana yang bersumber dari pajak dan dikorupsi oleh pejabat pemerintah, mengakibatkan para pegawai pajak merasa malas untuk mencari dana sebesar mungkin karena nantinya akan digerogoti oleh orang lain untuk kepentingan pribadi. Bagi Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai sendiri,oknum pejabatnya sebagian besar malah melakukan praktek kolusi yang merugikan negara milyaran rupiah, dapat kita bayangkan seandainya penerimaan pajak yang ada misalnya 80 % adalah setelah dilakukan kolusi berarti dapat kita bayangkan seandainya tidak terdapat kolusi pasti anggaran pembangunan kita bisa mencapai ribuan trilyun rupiah yang dihasilkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.
Fungsi Mengatur bagi pihak Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai selama ini belum dapat kita katakan mengatur namun hanya sebagai penghimpun dana bagi negara, mengapa ? karena peranan pajak tidak independen dalam melakukan tugasnya, banyak sekali intervensi yang dilakukan pemerintah sehingga pajak menjadi pengatur yang bisa dan dapat diatur, dan bukan lagi sesuai fungsinya yaitu mengatur dan melaksanakan kebijaksanaan sosial dan ekonomi sesuai yang kita harapkan. Para pejabat pemerintah tingkat eksekutif di Indonesia, Para Konglomerat yang dekat dengan kalangan pemerintah seakan - akan mereka itu kebal terhadap pajak mengingat mereka itu pelaku kegiatan ekonomi di Indonesia.
Solusi apa yang harus kita lakukan agar pajak menjadi besar dan independen serta diakui oleh rakyat Indonesia bahwa karena pajaklah kita dapat membangunsehingga rakyat begitu bangga jika melihat pegawai pajak. Selama ini pegawai pajak di Indonesia terkesan kaya - kaya dibanding Pegawai Negeri lainnya.
Dalam hal ini solusi yang terbaik menurut kami adalah mengkaji ulang Kementerian Keuangan yang dibawahnya terdapat Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Berdasarkan Sistem Pengendalian Intern yang baik seharusnya sebuah organisasi itu harus memiliki empat (4) unsur pengendalian intern ( Mulyadi, Sistem Akuntansi edisi 3 , hal. 166) yaitu:
1. Organisasi yang memisahkan tanggung jawab dan wewenang secara tegas
2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
3. Praktek yang sehat
4. Pegawai yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Sesuai unsur pertama dari pengendalian intern sebaiknya Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai dipisahkan dari Kementerian Keuangan, karena dalam sebuah organisasi fungsi operasi, fungsi penyimpanan dan fungsi akuntansi harus dipisahkan agar jelas wewenang dan tanggung jawabnya. Demikian juga mengenai pajak dan cukai, dalam hal ini pajak dan cukai yang berfungsi sebagai operasi negara untuk mendapatkan penghasilan seharusnya dipisahkan dari Kementerian keuangan yang memiliki fungsi akuntansi karena apabila Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai dibawah KementerianKeuangan maka pajak tidak dapat secara optimal untuk mencari dan menggali sumber dana untuk penerimaan negara mengingat intervensi Kementerian keuangan sebagai induk atau atasannya yang dapat mengaturnya setiap saat sehingga dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai tidak independen, tidak dapat melakukan tugas dan wewenangnya secara tegas dan tidak berfungsi mengatur dan melaksanakan kebijaksaaan sosial dan ekonomi secara langsung karena kebijaksanaanya diatur dan dikemudikan oleh Kementerian Keuangan (dalam hal ini Menteri Keuangan).
Hadirin yang berbahagia!
Forum ini menurut saya merupakan forum yang sangat tepat dijadikan momen untuk menyampaikan unek-unek dari masyarakat Indonesia yang diharapkan dapat mewakili aspirasi mereka. Dalam ajaran agama kita diatur tata cara mengungkapkan unek-unek atau wasiat kepada sesamanya, sebaiknya unek-unek itu disampaikan langsung di depan orang yang bersangkutan dari pada di belakang orangnya. Sebab jika kita hanya berani ngomong di belakang masuk katagori ghibah. Sedangkan ghibah adalah dosa besar.
Demikianlah kata-kata orasi yang dapat saya sampaikan, mohon maaf jika banyak kata-kata yang menyinggung perasaan dan semoga bermanfaat. Akhirul kalam.....

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tidak ada komentar: