« »
« »
« »
Get this widget

Kamis, 26 April 2012

Penantian yang Melelahkan


Usiaku kini sudah kepala empat lebih, anak-anak sudah menginjak dewasa. Kebutuhan dan tuntutan hidup semakin bertambah. Pekerjaanku sebagai tenaga pengajar sukarelawan di sebuah madrasah swasta. Sudah hampir 17 tahun kami mengabdi di madrasah swasta. Akan tetapi pengerbanan yang kami berikan tidak sebanding dengan upah kerja yang kami dapatkan.
Kita semua mengetahui bahwa keberadaan guru honorer di madrasah swasta sangatlah dominan. Dari sekian ratus madrasah swasta yang tersebar di Ciamis 80% guru-gurunya berstatus honorer. Dengan tanpa mengurangi rasa pengabdian kami terhadap cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun apakah pantas guru-guru honorer madrasah swasta melakukan aksi masal untuk mogok kerja?
Jika eksistensi madrasah swasta terakomodir oleh UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka apakah tidak lebih baik jika undang-undang ini juga mengakomodir nasib guru-guru pada madrasah swasta?
Surat Edaran Meneg PAN Nomor 05 Tahun 2010 tentang Pendataan Tenaga Honorer di Lingkungan Pemerintah, telah menghapus harapan bagi para tenaga honorer yang mengabdikan dirinya di lingkungan swasta. Sungguh sebuah ketentuan perundang-undangan yang tidak manusiawi. Tidak satupun lembaga tinggi negara yang peduli akan nasib pejuang bangsa. Biasanya, ketika ditemukan peraturan perundang-undangan yang bersebrangan dengan azas keadilan, maka banyak praktisi hukum yang mengajukan hal tersebut kepada Komisi Yudisial, akan tetapi karena ketentuan ini tidak menguntungkan pada kepentingan politik, maka tak ada satupun yang peduli.
Kami berharap, para pejabat terkait dan pemegang kekuasaan yang diamanahkan Allah SWT yang menyangkut pendataan tenaga honorer ini, hendaklah kembali membuka hati dan membuka mata. Perhatikanlah nasib orang-orang miskin berseragam rapih (tenaga honorer berseragam perlente, tanpa kesejahteraan yang jelas).

Tidak ada komentar: